BANGKINANG , Masyarakat adat Kabupaten Kampar yang terdiri dari tokoh adat, ninik mamak, tokoh masyarakat, memberikan masukan terhadap penyusunan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kampar 2018-2038. Masukan itu disampaikan dalam pertemuan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di aula Bappeda Kabupaten Kampar, Kamis (29/11/18).
Pertemuan ini dihadiri Kepala Bappeda Kabupaten Kampar yang diwakili Kasubbid Perhubungan Kominfo Wiliandrie Amigo Rahmola, ST, MSi, Tim Pendamping Pokja KLHS DR. Suwondo, MSi dari dari Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau, Efrianto dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Riau. Mereka adalah selaku narasumber. Sedangkan bertindak sebagai moderator Masriadi dari Yayasan Pelopor Sehati. Hadir Muis dari NGO World Resources Indonesia (WRI) beserta staf.
Pada kesempatan tersebut Kepala Bappeda yang diwakili Kasubbid Perhubungan Kominfo Wiliandrie Amigo Rahmola, memaparkan tentang potensi hutan adat di Kabupaten Kampar. Potensi hutan adat di Kabupaten Kampar seluas 237.572 Ha. Ada 62 kenegarian yang ada di Kabupaten Kampar, namun ada 50 wilayah adat yang belum terpetakan.
Lokasi hutan adat yang sudah terpetakan yakni, Hutan adat Imbo Putui Desa Petapahan seluas 251 Ha, Hutan Ada Kenegarian Umbio (Hutan Adat Padang Mutung seluas 70 Ha dan Hutan Adat Rumbio 460 Ha. Kemudian hutan adat kenegarian Kampa (Hutan Adat Ghimbo Pomuan seluas 41 Ha dan Hutan Adat Bonca Lida 107 ha), Hutan Adat Jernih Pasir Sialang seluas 96 Ha, Hutan Adat Kenegarian Gajah Bertalut seluas 4.414 Ha dan Hutan Adat Persukuan Pitopang Kenegarian Kuok seluas 510 ha.
Kemudian disampaikan Wiliandrie bahwa saat ini Bupati Kampar Azis Zaenal juga sudah menerima 4 (empat) dokumen usulan registrasi masyarakat hukum adat, wilayah adat dan hutan adat yakni Imbo Putui Kenegarian Petapahan Kecamatan Tapung, Kenegarian Gajah Betalut, Kenegarian Kuok dan Ninik Mamak Kenegarian Batu Sanggan.
Sementara itu DR. Suwondo memaparkan tentang KLHS RTRW Kabupaten Kampar 2018-2038. Ia memaparkan proses tahapan penyusuan KLHS, alur menentukan Critical Decision Factors (CDF), Integrasi CDF, Struktur Ruang, Pola Ruang dan Kawasan Strategis.
Kemudian ia juga menyinggung adanya potensi konflik kawasan di Kabupaten Kampar yang meliputi luas lebih kurang 251.527,04 ha. Potensi konflik ini meliputi kawasan hutan lindung seluas 6.950,86 ha, kawasan hutan produksi seluas 63.774,8 ha, potensi konflik di kawasan hutan produksi konversi seluas 118.494,33 ha, kawasan hutan produksi terbatas seluas 55.547,92 ha, dan potensi konflik di kawasan konservasi seluas 6.759,14 ha.
Sementara itu pada sesi diskusi banyak masukan pendapat dan sumbang saran yang disampaikan ninik mamak, tokoh adat peserta FGD diantaranya oleh Syawir Dt Tandiko Pulau Gadang, Niskol Firdaus dari Kenegarian Danau Lancang (Tapung), Hamzah Yunus Dt Pandak dari Kenegarian Bangkinang, Datuk Bathin Sagale dari Tapung, Datuk Jendo dari Kenegarian Kampa, Datuok Laksamano dari kenegarian Rumbio, Datuk Ulak Samano, Marhalim, Batra Alam, Muis, Khairudin Dt Komo dari Kenegarian Kuok.
Diantara sumbang saran yang disampaikan ninik mamak dan tokoh adat tersebut adalah perlunya pengembangan pariwista di kawasan waduk PLTA yang dituangkan dalam KLHS RTRW Kabupaten Kampar. Pemerintah harus mengakui tanah ulayat termasuk tanah ulayat yang sudah masuk dalam kawasan perkebunan milik perusahaan. Tanah ulayat, tanah adat dan hak-hak adat harus masuk dalam pasal-pasal perda RTRW. Perlunya aturan hukum yang melindungi kearifan lokal masyarakat adat.
Mereka juga mengusulkan hutan milik kenegarian itu harus disertifikasi sehingga jelas siapa pemiliknya. Perlu ditegakkan hukum adat untuk melindungi anak kemenakan. Masing-masing kenegarian didorong untuk membuat permohonan hutan adat untuk diregistrasi di kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Masyarakat adat harus diakui secara nasional baik subjek mupun objeknya. Perlu dibuat list khusus dalam perda tentang kenegarian yang ada di Kabupaten Kampar. Pengakuan kawasan harus berlaku dari Kabupaten sampai nasional.
Seluruh sumbang saran ini ditampung tim untuk dimasukkan dalam dokumen KLHS RTRW. Namun demikian agar usulan itu tetap masuk dalam perda ini ninik mamak juga diminta mengawal proses ini sampai akhir, karena setelah tugas tim selesai masih ada proses selanjutnya yang harus diikuti termasuk proses dilegislatif. (Kominfo Kampar/oni)