Oleh: DRS. Miswar Pasai, MH, Ph.D Tak dapat disangkal lagi bahwa, pandemi virus Corona alias Corona virus cukup memukul atau berdampak negatif dalam berbagai sektor dan aspek kehidupan masyarakat, baik di Indonesia maupun negara-negara lain yang ada di dunia. Nyaris, tidak ada negara yang tidak terdampak pandemi virus Corona yang mematikan itu. Ya, penyakit yang mematikan itu, disebabkan virus Corona. Salah satu penyakit yang ditakuti masyarakat dunia, pada abad ini adalah wabah virus Corona alias Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia dan cukup memprihatinkan banyak negara di dunia. Tidak hanya Indonesia, dunia saat ini sedang menghadapi pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 atau virus Corona dan infeksinya yang disebut Covid-19. Infeksi virus ini, awalnya ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019 dan telah menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia. Pandemi itu, telah mempengaruhi berbagai perubahan di sektor sosial, ekonomi seluruh wilayah yang terjangkit, dan bukan hanya Cina saja yang merasakan dampaknya. Berdasarkan data yang dilansir dari Satgas Covid-19, tertanggal 21 April 2020, sudah terkonfirmasi bahwa Covid-19 telah menginfeksi 6760 orang di Indonesia dengan angka kematian sebesar 590 orang dan 747 orang dinyatakan telah berhasil sembuh. Sebagaimana dikutip dari, Nadhira, Salsabila, (Kompas.com, 2020) menjelaskan bahwa, pada awal kemunculannya, virus ini mendapat beragam respons yang muncul dari masyarakat Indonesia. Sebagian mulai berhati-hati dan menerapkan pola hidup sehat, tetapi lebih banyak yang tidak peduli dan terkesan meremehkan; bahkan menjadikan virus ini sebagai bahan candaan. Bukan hanya masyarakat biasa, pejabat-pejabat pun banyak yang meremehkan keberadaan virus ini dan tidak melakukan persiapan maupun antisipasi munculnya wabah ini di Indonesia. Saat Covid-19 mulai menyebar dengan cepat ke berbagai daerah dan beberapa negara di dunia, negara dan bahkan dalam suatu negara telah menutup akses keluar masuk ke negara mereka. Namun demikian, jika ada orang yang masuk ke negara lain, tetapi mempergunakan protokol kesehatan yang amat ketat. Namun demiakin, pada awal pandemi Covid-19, diindikasikan pemerintah dan warga Indonesia masih terkesan santai dan kurang melakukan tidakan pencegahan terhadap virus Corona. Sebenarnya, orang-orang yang bersikap masa bodoh dengan kemunculan virus Corona jumlahnya lebih sedikit daripada orang yang peduli dengan pencegahan virus ini. Tetapi, ketidakpedulian mereka itulah yang kemudian mempercepat penyebaran virus. Orang-orang dalam kelompok ini biasanya adalah orang-orang yang merasa dirinya kebal dan orang yang menganggap bahwa sains tidak sepenuhnya benar, (Ghaemi, 2020). Ketidakpastian, kebingungan, dan keadaan darurat yang diakibatkan oleh virus Corona dapat menjadi stressor bagi banyak orang. Ketidak-pastian dalam mengetahui kapan wabah akan berakhir membuat banyak golongan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah bingung memikirkan nasib mereka. Kehidupan yang berjalan seperti biasa tanpa adanya mata pencaharian membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup seperti sediakala. Keberadaan virus Corona yang mengancam setiap orang berpeluang menjadi stressor bagi sebagian besar orang, dan dampaknya bisa jadi sama parahnya dengan dampak yang ditimbulkan jika terinfeksi virus Corona itu sendiri (Taylor, 2019). Ketakutan akan kematian merupakan konflik psikologis dasar pada manusia (Knoll, 2020) dan sesuai dengan teori Manajemen Teror bahwa, ketakutan akan kematian yang tidak pasti datangnya membuat manusia melakukan berbagai hal untuk mempertahankan kehidupannya (Greenberg, Pyszczynski, Solomon, 1986). Adanya Covid-19 tentu membuat teror yang dirasakan semakin intensif bagi setiap orang. Namun demikian, tentunya masih ada beberapa hal positif yang dilakukan orang-orang untuk bertahan hidup dalam situasi dan kondisi pandemi virus Corona yang “mematikan” itu. Untuk mengurangi kecemasan di masyarakat, sudah sepatutnya kita melakukan berbagai hal untuk meningkatkan optimisme masyarakat di tengah pandemi ini. Masyarakat yang masih mampu mencukupi kebutuhan hidupnya banyak yang meningkatkan kepeduliannya dengan berkontribusi untuk membantu golongan yang tidak mampu dengan cara melakukan penggalangan dana, melakukan donasi. Ada juga kelompok-kelompok lain yang membantu menjahitkan APD untuk tenaga kesehatan serta memproduksi masker dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada orang-orang yang masih harus bekerja di luar. Karena adanya virus Corona ini, masyarakat juga menjadi lebih peduli dan menjalankan pola hidup yang sehat. Hal-hal tersebut merupakan sebagian kecil upaya pertahanan diri yang dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari infeksi Covid-19. Selain itu, Covid-19 juga mendorong sebagian orang untuk bertindak secara salah dalam rangka bertahan hidup. Fenomena panic buying merupakan salah satu contohnya. Tindakan panic buying dan menimbun barang-barang kebutuhan sehari-hari merupakan bentuk ketidakmampuan sebagian dari kita untuk mentoleransi stress yang timbul karena ketidakpastian yang muncul akibat adanya virus Corona. Isolasi diri yang dilakukan sebagai tindakan preventif terhadap infeksi Covid-19 juga merupakan faktor pendorong psikologis sebagian dari kita akhirnya melakukan penimbunan (Norberg & Rucker, 2020). Sebagaimana yang telah diketahui bahwa, alasan mereka melakukan penimbunan adalah untuk berjaga-jaga, tetapi mereka malah terdorong untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Padahal, tindakan seperti itu akan merugikan kelompok masyarakat lain yang tidak mampu untuk berbelanja dalam skala besar, sehingga mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fenomena panic buying, kemudian juga dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang hanya mencari keuntungan dengan cara menaikkan harga barang kebutuhan masyarakat ke angka yang tidak rasional. Selain itu, diduga ada pula yang melakukan penipuan yang biasanya dilakukan melalui toko online, dan dengan cara-cara yang tidak etis lainnya, (Muryanto, 2020 dan Bbb.com, 51887198). Untuk mengontrol perilaku tersebut, masyarakat harus berusaha untuk tetap berpikir rasional walaupun sulit dilakukan di saat seperti ini. Dalam situasi seperti ini, kita dapat menggunakan metode Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk menghindari pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi sesaat dan tindakan yang terburu-terburu (Norberg & Rucker, 2020). Metode ini dapat membantu kita untuk meningkatkan kemampuan mengatur emosi, membantu masyarakat untuk tidak terjebak dalam pemikiran yang salah, dan mengembangkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan suatu masalah (Beck, 2011 & Benjamin, dkk 2011). Metode CBT bisa membantu kita untuk mengurangi kecemasan serta rasa takut yang timbul karena adanya pandemi Covid-19 ini. Sebagai contoh, aplikasi metode ini dapat kita terapkan untuk menghindari panic buying dengan cara membuat daftar barang yang memang diperlukan untuk bertahan hidup selama 2-3 minggu ke depan. Selain itu, kita dapat menggunakan metode ini untuk menganalisis berita-berita yang kita terima terkait Covid-19 ini, agar kita tidak mudah termakan hoax alias berita bohong alias tidak valid yang akan meningkatkan kecemasan dalam kehidupan bermasyarakat. Dampak virus Corona, atau pandemi Covid-19 telah mengubah berbagai aspek dalam keseharian masyarakat dunia, khususnya di Riau, dan pada umumnya di Indonesia. Kecemasan dan rasa tidak aman yang dialami sebagian…