Oleh: DRS. Miswar Pasai, MH, Ph.D Pembangunan jalan dan jembatan serta sarana dan prasarana lainnya, di suatu Kabupaten dan Provinsi, tidak hanya dilaksanakan dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah, tetapi juga dibiayai oleh pemerintah pusat, misalnya saja dalam hal pembangunan jalan Provinsi, dan Pembangunan Jalan Tol (bebas hambatan), Pekanbaru-Padang dan Pekanbaru-Dumai. Pembangunan jalan Tol (berbayar) Pekanbaru-Padang, pasti melewati Bangkinang sebagai Ibukota Kabupaten Kampar. Sumber dana atau anggaran pembangunan jalan Tol, adalah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN). Pembangunan jalan Tol tersebut, hampir dipastikan mempunyai aspek positif dan negatifnya bagi masyarakat, misalnya dari aspek Ekonomi dan pendapatan lainnya, akan berkurang bagi pihak teretntu, misalnya dalam hal pengangkutan barang dan jasa yang tidak akan melewati jalan lama, –yang konon kabarnya — telah dibangun sejak zaman Belanda tempo silam. Dengan dibukanya jala Tol itu, tentu akan berkurang kenderaan yang akan berlalu-lintas di jalan lama. Apakah jalan Tol memiliki dampak ekonomi terhadap masyarakat setempat? Kendatipun tidak melalui sebuah penelitian, maka daerah-daerah yang sebelumnya menjadi jalan dan jalur utama dari/dan ke Pekanbaru/Padang dan Padang ke Pekanbaru, pastilah ada pengaruhnya. Pengaruhnya dapat dirasakan masyarakat, akan berkurangnya kenderaan bermotor melewati jalan dan jalur yang lama, terutama bagi pebisnis yang memerlukan waktu yang singkat menuju Padang menuju ke kota Pekanbaru. Sedikitnya, ada tiga jembatan ganda untuk pengurai macet Riau-Sumbar telah rampung dibangun, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, (2021). Pembangunan tiga jembatan duplikat yang masing-masing berada di ruas jalan nasional Kota Pekanbaru dengan Kota Bangkinang sebagai ibukota Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, telah tuntas dikerjakan. Pembangunan tiga jembatan duplikat yang masing-masing berada di ruas jalan nasional kota Pekanbaru dan kota Bangkinang sebagai Ibukota Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, telah tuntas dikerjakan. Ketiga jembatan ganda tersebut adalah Jembatan Sungai Poro, Jembatan Sungai Bakan, dan Jembatan Sungai Belanti. Ketiganya, sudah selesai dalam tahap diserah-terimakan sementara, atau Provisional Hand Over (PHO) pada Maret 2021. Pembangunan jembatan ini merupakan bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terhadap konektivitas Kota Pekanbaru dengan Kabupaten Kampar sebagai wilayah pendukung. Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN), Direktur Jendral (Ditjen) Bina Marga mengerjakan konstruksi jembatan ini sejak tanggal kontrak 23 Januari 2020 dengan biaya APBN sebesar Rp 25 miliar. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan jalan dan jembatan memiliki peran penting sebagai backbone dalam pengembangan konektivitas antar-wilayah dalam rangka memperlancar distribusi logistik di Indonesia. “Konektivitas yang semakin lancar akan mengurangi biaya angkut kendaraan logistik dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Basuki dalam siaran pers yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (19/05/2021). Kehadiran jembatan ganda tersebut telah dimanfaatkan masyarakat, karena akan mengurangi kemacetan akibat tingginya volume lalu lintas harian sekaligus akses angkutan logistik dari dan menuju Provinsi Riau dan juga ke Sumatera Barat. Masing-masing konstruksi jembatan duplikat berada di samping jembatan eksisting (bertujuan) untuk mengurangi beban lalu lintas jembatan lama yang tetap difungsikan dua lajur, sehingga total terdapat empat lajur dengan jembatan lama. Pembangunan jembatan duplikat dilaksanakan oleh kontraktor lokal PT. Bangun Mitra Abadi dengan masing-masing memiliki panjang berbeda. Jembatan Sungai Poro sepanjang 30 meter, Sungai Bakan sepanjang 35.8 meter, dan Sungai Belanti sepanjang 25 meter. Sedangkan, untuk lebar jembatan sama 7,6 meter, seabagaimana dikutif dari Hilda B Alexander Kompas.com, (2021). Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selesai membangun tiga jembatan ganda di Kota Pekanbaru dan Bangkinang, Provinsi Riau. Tiga jembatan ‘kembar’ ini akan menyokong kelancaran lalu-lintas jalur Riau – Sumatera Barat. Konstruksi tiga duplikasi jembatan itu, telah selesai 100% dan sudah dalam tahap serahterimakan sementara atau Provisional Hand Over (PHO) pada Maret 2021, yakni jembatan Sungai Belanti, Sungai Poro, dan juga Sungai Bakan. Pembangunan jembatan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Riau, Ditjen Bina Marga, telah dimulai sejak tanggal kontrak 23 Januari 2020 dengan biaya APBN sebesar Rp 25 miliar. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa, pembangunan jalan dan jembatan memiliki peran penting sebagai tulang punggung dalam pengembangan konektivitas antar wilayah, dalam rangka memperlancar distribusi logistik di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. “Kehadiran duplikasi jembatan itu telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Jembatan tersebut, akan mengurangi kemacetan akibat tingginya volume lalu lintas harian sekaligus akses angkutan logistik dari dan menuju Provinsi Riau dengan Sumatera Barat,” kata Mentri PUPR, dalam keterangan resmi, pada hari Selasa (18/5/2021). Masing-masing konstruksi duplikasi jembatan berada di samping jembatan eksisting untuk mengurangi beban lalu lintas jembatan lama yang tetap difungsikan dua jalur. Dengan demikian, terdapat empat jalur jalan dengan jalur lama. Pembangunan duplikasi jembatan dilaksanakan oleh kontraktor lokal PT. Bangun Mitra Abadi dengan masing-masing memiliki panjang berbeda, yaitu Jembatan Sungai Poro sepanjang 30 meter, Sungai Bakan sepanjang 35.8 meter, dan Sungai Belanti sepanjang 25 meter. Sleian itu, untuk lebar jembatan dan jalan yang sama yaitu 7,6 meter. Salah satu pengguna jalan, Agus Wahono, warga Kampar, mengatakan kehadiran jembatan duplikasi dapat mengurai kepadatan arus lalu lintas menuju kawasan pariwisata di Kabupaten Kampar yang kerap terjadi saat akhir pekan atau libur panjang. “Dulu biasanya macet saat liburan, banyak kendaraan dari Pekanbaru liburan ke Kampar menuju wisata Candi Muara Takus, ke Ulu Kasok yang terkenal dengan sebutan “Raja Ampat” Riau. Sekarang, dengan adanya jembatan jadi lebih lancar, karena jalan sudah lebar, jembatan juga lebar, kendaraan bisa terbagi,” kata Agus Wahono sebagaimana dikutip dari Kompas.com, (2021). Menurut pengajar dari Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai (UPTT) Riau, Drs. Miswar Pasai, MH, Ph.D menyatakan bahwa, disamping banyak manfaatnya, akan tetapi pembangunan jalan Tol itu, mungkin akan merugikan sebagain kecil masyarakat yang berada sepanjang jalur yang jalan lama menuju ke Sumatera Barat yang tidak dilewati jalan Tol. Karena itu, di jalur jalan yang lama, diperkirakan akan terjadi pengurangan orang, barang dan jasa serta kenderaan yang akan melintas di ruas jalan lama yang dibangun sejak zaman Belanda itu. Selain itu, Miswar Pasai juga melihat dan menilai bahwa, kehadiran Jalan Tol, Pekanbaru-Padang dan sebaliknya, tetap akan memberikan manfaat yang lebih “besar” bagi pengendara dan kenderaan bermotor, baik yang menggunakan mobil pribadi, bus umum dan lain sebagainya. Plus dan minus, dampak dari sebuah pembangunan, dipastikan ada. Namun demikian, dengan pembangunan jalan Tol tersebut, “Kita berharap agar dapat memberikan manfaat lebih untuk masyarakat, khususnya untuk para pebisnis dan pedagang lainnya. Karena, sudah semestinya pembangunan diharapkan lebih banyak memberikan hal-hal…