Kerusakan Lingkungan Hidup di Kampar dan Upaya Penanggulangannya

Oleh:

DRS. Miswar Pasai, MH, Ph.D

 

  1. Latar Belakang

Pada dasarnya, manusia dilahirkan membawa potensi kebaikan, dan keburukan. Karena, kedua sifat tersebut, memang diberikan dan dibekali oleh Allah SWT kepada setiap manusia yang akan lahir di alam ruh/dalam kandungan orang tuanya. Namun demikian, sejatinya potensi untuk berbuat baik, mungkin lebih besar daripada potensi untuk berbaut keruakan dan keburukan di permukaan bumi ini. Hanya dengan dengan iman, dan amal shholeh serta dengan ketkawaan, manusia tidak akan berbuat kerusakan  di permukaan. Sebab, antara hak dan batil atau antara kebenaran dengan ketidak-benaran itu, memang sengaja diciptkan Allah untuk menguji dan membedakan keimanan serta kepatuhan manusia terhadap sang khalik, Allah SWT.

Hanya orang-orang yang beriman dan beraamal sholeh yang tidak akan melakukan pengrusakan dan kerusakan terhadap ciptaan Allah SWT yang notabene diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Secara logika, sesuatu yang diperuntukkan untuk kepentingan manusia, maka tidak sepatutnya manusia melakukan pengrusakan dan membuat kerusakan terhadap hidup dan kehidupan manusia, terutama terkait dengan lingkungan hidup. Rusaknya, lingkungan hidup hanya disebabkan oleh ulah dan perbuatan manusia. Sedangkan makhluk Allah yang lain, tidak akan pernah melakukan perusakan terhadap lingkungan. Sebab, Allah sudah menciptakan makhluk lainnya, untuk patuh dan taat serta mengikuti Sunnatullah. Karena itu, manusia yang memiliki kelebihan dan kehebatan untuk berfikir dalam hidup dan kehidupan, maka seharusnya tidak melakukan perbuatan yang akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri.

Dengan rusaknya lingkungan hidup, misanya gundulnya hutan, maka akan sangat rentan terjadinya banjir tahunan di kawasan yang berada di sepanjang aliran sungai, baik sungai-sungai kecil maupun sungai-sungai besar yang ada, khsusnya di Kabupaten Kampar, kabupaten lainnya dalam wilayah Provinsi Riau, serta provinsi lannya di Indonsia. Terkait dengn kerusakan lingkungan tersebut, maka di dalam salah satu surat dan ayat dalam Alquraan tentang kerusakan yang telah terjadi akibat perbuaan tangan manusia, dijelaskan di dalam Alquran Nur Karim, Q.S. Ar-Rum Ayat 41 yang bermakna bahwa, “Telah tampak/terjadi kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh perbuatan dan ulah tangan manusia. Akibat kerusakan itu, Allah menghendaki agar mereka (manusia) merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.

Karena itu, dari hasil kajian ini diharapkan bermanfaat bagi kehidupan manusia, khususnya untuk masyarakat yang berada di sekitar perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit atau usaha-usaha yang mempunyai limbah sehingga dapat merusak lingkungan dan merusak kesehatan masyarakat, baik langsung ataupun tidak langsung.  Kerusakan hutan akibat perbuatan dan ulah dari tangan manusia, apakah karena disengaja atau tidak disengaja menyebabkan kerusakan hutan di Indonesia semkakin parah.

 

  1. Masalah Kajian

Selanjutnya, dalam kajian ini akan dikembangkan dan difokuskan kajian ini terkait dengan, Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar Dalam Pengendalian Pencemaran Sungai Akibat Limbah Industri di Kecamatan Tapung. Kajian ini, sebagaimana dikutip dari karya ilmiah, Nursafni, Atikah, (2019). Penelitian ini dilakukan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar mengenai peranan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar dalam pengendalian pencemaran sungai akibat limbah industri di Kecamatan Tapung. Permasalahan dimulai dengan adannya keluhan masyarakat terhadap masuknya air limbah dari anak sungai Tapung disinyalir berasal dari berbagai aktifitas kegiatan industri yang berdiri sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) Tapung mengakibatkan keresahan bagi masyarakat. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif.

Adapun tujuan dari penelitian ini untung mengetahui peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar dalam pengendalian pencemaran sungai akibat limbah industri di Kecamatan Tapung serta mengetahui hambatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar dalam melaksanakan peran pengendalian pencemaran sungai akibat limbah industri di Kecamatan Tapung. Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi, dengan informan yang berjumlah 5 orang.

Dari kajian dan penelitian ini dapat diharapkan, agar peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan antara lain melaksanakan programnya sebagaimana mestinya. Karena itu, perlu diajukan sejumlah pertanaan terkait dengan kajian ini. Adapun pertanyaan yang dimaksudkan adalah:

 

1). Apakah upaya yang dilakukan, agar pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik di Kampar?

2). Bagaimanakah cara penanggulangan pencemaran lingkungan limbah pabrik di Kampar?

3). Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melakukan pemulihanan terhadap lingkungan yang tercemar?

 

 

III.  Pengakajin dan Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian, pembahasan sedemikian rupa, dan pengkajian terhadap ketiga pertanyaan tersebut, ternyata di lapangan masih belum terlaksana sepenuhnya sebagaimana yang diharapkan. Faktor penghambatnya antara lain, adannya keterbatasan anggaran, waktu yang tidak efisien dan terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM).

Terkait dengan uraian dan kajian dalam makalah ini, maka dapat diajukan dan dibatasi kajian ini berdasarkan masalah kajian di atas. Dengan demikian, diharapkan dari beberapa pertanyaan terdahu, maka sebagai jawaban sementara, sebelum dilakukan pembahasan lebih lanjut, maka dapat diambil kesimpulan sementara,  yaitu yang terkait dengan beberapa pertanyaan di atas dan dapat dijelaskan dan diuraikan secara singkat dalam kajia ini, antara lain seperti di bawah ini.

Secara sederhana, harus ada upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mengantisiasi berbagai perosoalan pencemaran lingkugan yang disebabkan pembuangan limbah pabrik yang tidak pada tempatnya. Karena itu, untuk mengantisipasi limbah, maka pengusah wajib melakukan upaya-upaya agar tidak mencemari lingkungan, dan masyarakat tempatan. Terkait dengan limbah berbahaya ataupun tidak, maka pemilik usaha wajib melakukan upaya-upaya antara lain seperti di bawah ini:

 

  1. Harus ada upaya untuk mencegah agar lingkungan hidup tidak terjadi pencemaran.
  2. Penanggulangan pencemaran akibat lingkungan harus disediakan oleh pemilik usaha dengan bekerja sama lintas sektroral dan secara terencana dan terpadu.
  3. Harus ada upaya-upaya yang konkrit untuk pemulihan terhadap lingkungan yang tercemar akibat limbah perusahaan.

 

Selain itu, jika ada perusahaan yang membuang limbah secara sembarangan dan tidak melakukan pembuangan limbah tidak melalui program ramah lingkungan, maka pihak-pihak yang membuang limbah tersebut, patut diberikan denda. Jika, oknum pengusaha atau perusahaan mengulangi hal yang sama, maka sudah saatnya penegakan hukum penjara ditujukan, terutama terhadap pimpinan perusahaan atau pihak yang diberikan kepercayaan penuh dalam mengelola usaha yang menimbulkan limah, khususnya limbah cair.

Upaya lainnya, bagaimana pengusaha tidak membuang limbah sembarangan. Upaya dan antisipasi tersebut, mesti dilakukan secara dini, transparan dan tidak pandang bulu. Salah tatu upaya yang akan dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, yang disebabkan oleh pencemaran limbah, maka pihak perusahaan harus menyediakan usaha untuk mengelola limbah dari pabrik kelapa sawit, terutama terhadap usaha-usaha yang akan menimbulkan limbah, baik limbah cair maupun limbah padat lainnya.

Menurut laporan Antara (2021) bahwa, kebakaran hutan dan lahan sejak awal tahun 2021 sampai sekarang sudah mencakup area seluas 657,71 hektare di wilayah Provinsi Riau menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Menurut Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau Jim Gofur di Pekanbaru, Senin, kebakaran hutan dan lahan terjadi di 10 dari 12 wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan paling luas terjadi di wilayah Kabupaten Bengkalis (200,66 hektare) disusul Indragiri Hilir (122,5 hektare), Dumai (109,1 hektare), dan Siak (72,9 hektare).

Menurut Jim Gofur, dari BPBD Riau, kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Pelalawan (48 hektare), Kepulauan Meranti (35,5 hektare), Rokan Hilir (31 hektare), Indragiri Hulu (25 hektare), dan Pekanbaru (tiga hektare). Di Provinsi Riau, hanya Kuantan Singingi dan Rokan Hulu yang tidak mengalami kebakaran hutan dan lahan. Riau setiap tahun menghadapi kebakaran hutan dan lahan, yang antara lain terjadi akibat pembukaan lahan gambut. Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan dari 15 Februari hingga 31 Oktober 2021, seperti dikutip dari, kebakaran hutan dan lahan sejak awal tahun 2021 sampai sekarang sudah mencakup area seluas 657,71 hektare di wilayah Provinsi Riau menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, (Antara, 2021).

Menurut Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Riau, Jim Gofur di Pekanbaru, Senin (2021) menyatakan bahwa, kebakaran hutan dan lahan terjadi di 10 dari 12 wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan paling luas terjadi di wilayah Kabupaten Bengkalis (200,66 hektare) disusul Indragiri Hilir (122,5 hektare), Dumai (109,1 hektare), dan Siak (72,9 hektare). Menurut BPBD, kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di Pelalawan (48 hektare), Kepulauan Meranti (35,5 hektare), Rokan Hilir (31 hektare), Indragiri Hulu (25 hektare), dan Pekanbaru (tiga hektare).

Selainn itu, Di Provinsi Riau, hanya Kuantan Singingi dan Rokan Hulu yang tidak mengalami kebakaran hutan dan lahan. Riau setiap tahun menghadapi kebakaran hutan dan lahan, yang antara lain terjadi akibat pembukaan lahan gambut. Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan dari 15 Februari hingga 31 Oktober 2021, jelas Jim Gofur dari Antara (2021).

 

  1. Pemulihan Lingkungan

Apapun yang dibuat oleh seseorang atau mungkin juga perusahaan yang usahanya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, maka harus ada upaya antisipasi terhadap upaya mengelola lingkungan hidup melalui ketentuan-kentuan yang diatur oleh pemerintah, dan jika perusahan tersebut menimbulkan limabh cair atau limbah padat, maka wajib ada Upaya Kelola Limbah (UKL). Pengelolaan limbah tersebut, dimaksudkan untuk melaksanakan upaya  pemulihan terhadap Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang telah diprogramkan dan wajib dilaksanakan pihak departeman terkait, yaitu oleh Kementrian LHK.

Program pelestarian hutan dan lahan, yang mesti dilakukan pihak terkait, alah satu contoh, adalah melalui, dan membuat  program dan  meresmikan Kebun Bibid Desa (KBD) di Kampar, Riau pada tahun 2020 lalu. Untuk pemulihan lingkungan hidup, dan informasi terkait dengan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut, maka telah diatur berdasarkan surat,  Nomor: SP.471/HUMAS/PP/HMS.3/11/2020.

Adapaun maksud dan tujuan kegiatan tersebut, adalah dalam rangka pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) untuk pemulihan lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menginisiasi berbagai program RHL berbasis Pemberdayaan Masyarakat, salah satunya adalah Kebun Bibit Desa (KBD). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengunjungi dan meresmikan langsung KBD yang ada di Desa Muktisari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, (13/11/2020) sebagaimana dikutip dari surat dari Kementrian LHK, terkait dengan Pemulihan Lingkungan, yang dilaksanakan Kementrian LHK Resmikan Kebun Bibit Desa.

“Pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan harus sejalan dengan pemulihan lingkungan. Pembangunan KBD ini merupakan bagian dari upaya pemulihan lingkungan melalui penanaman pohon dan rehabilitasi hutan dan lahan” kata Menteri Siti pada acara peresmian KBD yang dihadiri Gubernur Riau, Kapolda Riau, Bupati Kampar, Forkompinda, Tokoh dan masyarakat setempat.

KBD adalah unit persemaian sederhana yang dibangun di Desa melalui fasilitasi UPT Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK. Program KBD ini telah dimulai sejak tahun 2019, tercatat di wilayah kerja BPDAS Indragiri Rokan yang meliputi Provinsi Riau dan Sumatera Barat telah dibangun sebanyak 37 unit KBD pada tahun 2020 dengan jumlah bibit sebanyak 1.480.000 batang, termasuk salah satunya yang ada di Desa Muktisari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau.

“Kami sangat mengapresiasi kinerja dan kreatifitas kelompok Masyarakat di Desa Muktisari, terkhusus Kelompok Tani Hutan Sendang Berkah Aryasatya atau KTH SEBAR dalam pelaksanaan pembangunan KBD dan juga berbagai aktifitasnya di bidang lingkungan hidup dan kehutanan”, kata Menteri Siti Nurbaya, (2020).

KBD di Desa Muktisari ini diharapkan dapat berkembang menjadi unit pembibitan mandiri yang mampu mensuplai kebutuhan bibit bagi masyarakat maupun mendukung  program Rehabiltasi Hutan dan Lahan. Selain itu, KBD Muktisari dapat menjadi contoh yang baik bagi Desa-Desa lain dalam pelaksanaan pembangunan KBD.

Jenis bibit di KBD Muktisari diantaranya Petai, Matoa, Pinang, Mahoni, Cempedak, Manggis, Gaharu, Tampui, Durian, Aren, Nyamplung, dan Ketapang Kencana. “Bibit-bibit KBD ini agar segera didistribusikan dan ditanam sehingga dapat menghijaukan lahan kritis dan lahan kosong di Desa Muktisari, dan memberikan hasil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, lanjutnya.

Pemulihan lingkungan dengan penanaman pohon adalah hal sangat penting. Selain KBD, KLHK juga telah membangun Persemaian Permanen di tiap provinsi di Indonesia dengan produksi bibit mencapai 1 juta per tahun.  “Untuk skala yang lebih besar, kita juga sedang menyiapkan Kebun Bibit Nasional dengan produksi Bibit 5 – 10 juta bibit per tahun. Ini juga bagian dari upaya pemulihan lingkungan”, tambahnya.

Pada kesempatan ini, Menteri LHK juga menyampaikan apresiasi kepada jajaran Pemerintah Daerah, TNI, POLRI, KTH, LSM, PKSM, Para Rimbawan serta seluruh lapisan masyarakat atas komitmen dan kerjasama yang baik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai bentuk apresiasi kepada pihak yang telah memberikan kontribusi positif dalam pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan di Provinsi Riau, Menteri Siti Nurbaya menyerahkan bantuan berupa truk pengangkut sampah sebanyak 4 unit dan motor pengangkut sampah sebanyak 25 unit yang didistribusikan kepada Pemerintah Kabupaten Kampar, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi, POLDA Riau, KOREM 031/ Wira Bima, Banser NU Riau dan DAOPS Manggala Agni, serta bantuan Pengembangan Perhutanan Sosial Nasional (Bang Pesona) kepada 12 kelompok masyarakat.

Distribusinya, Kabupaten Indragiri Hulu  mendapat 1 truk dan 5 motor sampah, Kabupaten Kuantan Singingi 1 truk dan 5 motor, Kabupaten Kampar 5 motor, Polisi Daerah Riau 1 truk dan 2 motor, Korem Riau 1 truk dan 2 motor, Banser NU Riau 2 motor, Daop Manggala Agni di Riau (4 Daop) 4 motor.

Sementara itu, Gubernur Riau, Syamsuar, sangat mengapresiasi program KBD dan bantuan yang diserahkan Menteri LHK tersebut. Sebab, pemberian dan pistribusian bantuan tersebut, dinilai sejalan dengan program Riau Hijau yang telah dicanangkan Pemerintah Provinsi Riau. Syamsuar menyatakan bahwa, KBD juga dapat menekan kejadian karhutla, karena masyarakat yang telah menanam dari Bibit KBD dipastikan akan memelihara arealnya agar tidak terbakar dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masayarakat setempat. “Pembangunan Riau tetap berwawasan lingkungan. Melalui program KBD ini, akan mengurangi kebakaran hutan dan lahan dan meningkatkan ekonomi masyarakat”, kata Syamsuar.

Pemulihan hutan, tidak hanya dengan program dan hanya dimulut saja, tetapi wajib dengan niat yang tulus bahwa, kita benar-benar punyak komitmen dalam membangun sektor kehutan dengan baik tanpa ada maksud dan tujuan-tujuan tersetntu. Dengan demikian, kerusakan hutan dapat ditekan dan diminalisir sebagaimana yang diharapkan. Jika tidak, maka tidak perlu dibuat program-program kehuatan yang pada akhirnya merugikan rakyat dan merugikan keuangan negara, karean dikorupsi dan dalam bentuka Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dalam bentuk lainnya.***

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Kesimpulan dan Saran
  2. Kesimpulan

          Setelah dilakukan pengkajian sedemikian rupa, maka pada akhirnya sampailah kajian pada, tahap akhir  dari sebuah kajian, yaitu dalam bentuk kesimpulan dan saran-saran. Kseimpulan kajian ini dikembangkan dan diuraikan dari pokok masalah dalam kajian ini. Seperti yang telah Anda pelajari dan baca pada  bagian terdahulu, maka ada tiga masalah dalam kajian ini. Karena itu, maka dalam kajian ini juga ada tiga kesimpulan yang dapat disimpulan kajian dalam tahap akhir kajian ilmiah dalam bentuk makalah ini. Adapun kesimpulan dari kajian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa,  ada tiga hal yang menjadi kesimpulan dalam kajian ini seperti di bawah ini:

  1. Harus ada upaya untuk mencegah agar lingkungan hidup tidak terjadi pencemaran.

 

  1. Penanggulangan pencemaran akibat lingkungan harus disediakan oleh pemilik usaha dengan bekerja sama lintas sektroral dan secara terencana dan terpadu.

 

  1. Harus ada upaya-upaya yang konkrit untuk pemulihan terhadap lingkungan yang tercemar akibat limbah.

 

  1. Saran-Saran

Kesrusakan hutan Riau, sudah terajdi teramat parah. Tidak hanya hutan produksi yang habus, tetapi hutan lindung dan hutan-hutan lannya juga nyaris habis di Provinsi Riau. Padahal hutan itu, adalah tumbuhan yang wajib dilindungi. Hal ini terbukti bahwa, pemerintah Indonesia menetapkan hutan atau kawasan hutan tertentu menjadi kawasan hutan lindung. Kendatipun demikian, tetapi dalam kenyataannya hutan lindung tersebut tidak dilindungi seepenuhnya, karena kepentingan uang dan kepentingan lainnya.

Tidak hanya itu, penyelenggara pemerintahan dalam bidang kehuatanan, tidak dapat dipercaya dengan baik. Sebab, baik hutan lindung dan hutan produksi yang ada di Riau nyaris habis ditebang untuk kepentingan pengusaha, dan kerusakan hutan menjadi sangat-sangat parah, khusnya di Provinsi Riau dan juga di wilayah lainnya di Indonesia.

Karena itu, wajib disarankan kepada pemerintah, khususnya pihak Departeman Kehutanan, jika tidak mampu mengelola hutan secara lestari, maka kementrian kehutanan hingga jajarannya lebih baik berhenti atau dibubarkan saja Departemen Kehutanan dan dibaut Departemen yang baru yang tugasnya hanya mengurus hutan agar lestari, bukan untuk merusak hutan. Hanya dengan cara yang tegas dan terukuran serta menegakkan aturan dan hukum, maka hutan dapat diselamatkan dan dilindungi.

Yang jelas, kerusakan hutan yang parah di Indonesia adalah akibat penegak hukum dan pihak yang mengurus hutan tidak bermoral dan tidak memiliki rasa memiliki terhadap hutan. Sehingga dengan berbagai alasan, mereka tidak mampu menjadi penyelamat hutan di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau.***

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alquran Nur Karim, Q.S. Ar-Rum Ayat 41 yang bermakna bahwa, “Telah

tampak/terjadi kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh perbuatan dan ulah tangan manusia.

 

Antaranews.com, (2021). Kebakaran hutan-lahan telah meliputi area seluas 657 hektare

di Riau. Dikutip dari, https://www.antaranews.com/berita/2031663/kebakaran-hutan-lahan-telah-meliputi-area-seluas-657-hektare-di-riau

 

KLHK, (2020). Penanggung jawab berita: Kepala Biro Hubungan Masyarakat, KLHK

Nunu, Anugrah – 081281331247

 

PPID-KLHK, (2020). Dikutip dari, http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7508/pulihkan

lingkungan-menteri-lhk-menetri-lhk-resmikan-kbd-di-kampar-ria

 

Related posts

Bupati Kampar Catur : Kampar Siap Jaga Keamanan Pileg dan Pilpres 2019

Kabupaten Kampar Gelar koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi Bersama KPK

Pengumuman Tentang Seleksi Calon Direktur Utama PT BPRS Berkah Dana Fadhlillah (Perseroda)